Kamis, 11 November 2010

PERILAKU MENYIMPANG PADA MASYARAKAT


PERILAKU MENYIMPANG PADA MASYARAKAT

Dewasa ini banyak perilaku menyimpang yang dapat kita jumpai di masyarakat. Mulia dari tawuran pelajar, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan lain sebagainya. Tidak sedikit dari kita yang tidak asing dengan kata perilaku menyimpang, akan tetapi tidak mengetahui apa yang di maksud dengan perilaku menyimpang tersebut. Maka dari itu tema yang saya angkat saat ini adalah tentang perilaku menyimpang.
Apa yang dimaksud perilaku menyimpang?
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku,perbuatan atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Berikut ini beberapa definisi dari perilaku menyimpang yang dijelaskan oleh beberapa ahli sosiologi:
  1. Menurut James Worker Van Der Zaden. Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
  2. Menurut Robert Muhamad Zaenal lawang. Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam system itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
  3. Menurut Paul Band Horton. Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
4.      Menurut Lemert penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat sementara dan tidak dilakukan terus-menerus sehingga masih dapat ditolerir masyarakat seperti melanggar rambu lalu lintas, buang sampah sembarangan, dll. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, dan lain-lain.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant). Kebalikan dari perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak menyimpang yang sering disebut dengan Konformitas. Apa itu konformitas?
            Konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat/kelompok karena dia terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang sudah ada.

II. Jenis Konformitas
a. Compliance : konformitas yang benar-benar bertentangan dengan keinginan kita, dilakukan untuk mendapat hadiah atau menghindari hukuman.
b. Acceptance : Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan alasan untuk melakukan konformitas tersebut, tidak sepenuhnya kita ingkari.
III. Kapan manusia melakukan konformitas?
a. Ketika keputusan sudah dibuat atau pokok bahasan yang dibicarakan dirasa tidak kompeten
b. Konformitas tinggi pada saat tiga atau lebih orang dalam grup kohesif, unanimous mempunyai status sosial yang tinggi.
(kohesi = merasa/mengikat, unanimous = suara bulat/kesepakatan)
IV. Alasan orang melakukan konformitas :
a. Atas  dasar keinginan seorang untuk memenuhi harapan orang lain atau mengupayakan penerimaan atau penyesuaian diri ( normative influence)
b. perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat.( informational influence)
Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, konformitas warga masyarakat adalah kuat. Misalnya di desa-desa yang terpencil dimana tradisi dipelihara dan dipertahankan dengan kuat, maka warga masyarakat desa tersebut tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengadakan konformitas terhadap kaedah-kaedah serta nilai-nilai yang berlaku. Di dalam masyarakat desa yang terpencil, apabila seseorang mendirikan rumah maka dia akan meniru bentuk-bentuk rumah yang telah ada dan telah terinstitusikan bentuknya, sedangkan yang mendirikan rumah dengan bentuk yang berbeda dengan pola tersebut akan dicela oleh para anggota masyarakat yang lain.
Konformitas di kota-kota sangat kecil karena kaidah-kaidah di dalam kota mengalami perkembangan dan perubahan sehingga proses institusionalisasi sukar terjadi apabila dibandingkan dengan masyarakat yang ada di desa. Bahkan konformitas di kota besar sering kali dianggap sebagai hambatan terhadap kemajuan dan perkembangan. Konformitas biasanya menghasilkan ketaatan dan kepatuhan.
Institusionalisasi : suatu proses yang dilewati oleh sesuatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan.
Konformitas terbentuk secara ketat di bawah tekanan( pressure) untuk memenuhi permintaan masyarakat /satu orang kepada orang lain. Hal ini bisa ditegaskan dengan contoh sebagai berikut:
Di suatu suku yang penduduknya disebut sebagai “trobrianders”dalam memenuhi kebutuhan, mereka mengadakan pertukaran barang-barang ekonomi. Mereka yang hidup”inland village” menyediakan sayur-sayuran untuk ditukarkan dengan ikan dan sebaliknya mereka yang tinggal di tepi pantai/ “ coastal community” membayar dengan ikan. Sistem permintaan yang timbal balik ini memaksa salah satu pihak untuk membayar kapan saja ia menerima pemberian dari pihak-pihak yang lain. Awalnya, secara nominal pemberian itu ditawarkan secara bebas, tapi sekarang dipantau dengan penghitungan yang sangat hati-hati, barang yang diberi dan diterima harus seimbang nilainya dan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. Contoh lain adalah kehidupan sosial “trobrianders” mengenai pernikahan dan keluarga. Dalam suatu keluarga terdapat kewajiban “resiprok” , Saudara laki-laki harus menyediakan nafkah untuk makan kepada saudara perempuan, tetapi suami saudara perempuan tersebut harus mengembalikan berupa pemberian secara periodik.
Norma-norma timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur dalam hubungan antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dengan masyarakatnya. Diadakannya norma-norma serta peraturan lain bermaksud untuk menciptakan conformity dari anggota masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang homogen dan tradisionil conformity dari anggota masyarakat adalah sangat kuat. Misalnya di desa terpencil dimana tradisi dipelihara dan dipertahankan dengan kuat, anggota masyarakat desa tersebut tdk mempunyai pilihan lain daripada mengadakan conformity terhadap norma serta nilai yang berlaku. Di dalam masyarakat desa yang terpencil misalnya apabila seseorang mendirikan rumah, maka dia akan meniru bentuk-bentuk rumah yang telah ada .Yang mendirikan rumah dengan bentuk berbeda akan dicela oleh anggota masyarakat lainnya.
Norma yang berlaku secara turun temurun sama saja dari generasi ke generasi berikutnya tanpa banyak mengalami perubahan. Ukuran yang dipakai adalah ukuran yang telah dipakai oleh nenek moyangnya dulu. Norma-norma dalam kota juga selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Maka conformity di daerah-daerah kota juga sangat keji.
V. Hal-hal yang mempengaruhi adanya Konformitas
(David O. Sears, Jonathan L.Freedman, L.Anne Peplau , 1985)
a. Kurangnya Informasi
Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui; dengan melakukan apa yang mereka lakukan, kita akan memeperoleh manfaat dari pengetahuan mereka.
b. Kepercayaan terhadap kelompok
Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.
c. Kepercayaan diri yang lemah
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya.
d. Rasa takut terhadap celaan sosial
Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan pesetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ibi terhadap tingkat konformitas individu.
e. Rasa takut terhadap penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau dilihat sebagai orang yang lain dari yang lain, kita tidak ingin tampak seperti orang lain. Kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia menerima kita.
f. Kekompakan kelompok
Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi.
g. Kesepakatan kelompok
Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas.
h. Ukuran kelompok
Konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilder (1977) disimpulkan bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat konformitas tidak terlalu besar, melainkan jumlah pendapat lepas (independent opinion) dari kelompok yang berbeda atau dari individu merupakan pengaruh utama.
i. Keterikatan pada penilaian bebas
Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlainan. Atau dengan kata lain keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat.
j. keterikatan terhadap Non-Konformitas
Orang yang, karena satu dan lain hal, tidak menyesuaikan diri pada percobaan-percobaan awal cenderung terikat pada perilaku konformitas ini. Orang yang sejak awal menyesuaikan diri akan tetap terikat pada perilaku itu.
Kembali kepada pokok permasalahan yang sedang  kita bahas. Perilaku menyimpang dapat dikatakan sebagai tingkah laku seseorang yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Adapun ciri perilaku menyimpang menurut Paul B. Horton adalah:
  1. Penyimpangan harus dapat didefinisikan. Perilaku dikatakan menyimpang atau tidak harus bisa dinilai berdasarkan kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
  2. Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak. Perilaku menyimpang tidak selamanya negatif, ada kalanya penyimpangan bisa diterima masyarakat, misalnya wanita karier. Adapun pembunuhan dan perampokan merupakan penyimpangan sosial yang ditolak masyarakat.
  3. Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak. Semua orang pernah melakukan perilaku menyimpang, akan tetapi pada batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk semua orang. Dikatakan relatif karena perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangan. Jadi secara umum, penyimpangan yang dilakukan setiap orang cenderung relatif. Bahkan orang yang telah melakukan penyimpangan mutlak lambat laun harus berkompromi dengan lingkungannya.
  4. Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal. Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut karena antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari cenderung banyak dilanggar.
  5. Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan. Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakukan secara terbuka. Jadi norma-norma penghindaran merupakan bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga.
  6. Penyimpangan sosial bersifat adaptif (menyesuaikan). Penyimpangan sosial tidak selamanya menjadi ancaman karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemikiran stabilitas sosial.
Pada setiap permasalahan pastilah ada penyebabnya. Penyebab bagaimana permasalahan tersebut dapat terjadi. Timbullah suatu pertanyaan yaitu apa penyebab terjadinya perilaku penyimpangan?

Penyebab Terjadi

Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
  1. Faktor  subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
  2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Untuk lebih jelasnya, berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu
  1. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.
  2. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Misalnya, seorang anak yang suka berkelahi karena sering melihat keduanya bertengkar dirumah. Demikian halnya karir penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang. Hal itu juga terjadi pada penjahat berdasi putih (white collar crime) yakni para koruptor kelas kakap yang merugikan uang Negara bermilyar- milyar. Berawal dari kecurangan-kecurangan kecil semasa bekerja di kantor/mengelola uang negara, lama kelamaan makin berani dan menggunakan berbagai strategi yang sangat rapi dan tidak mengundang kecurigaan karena tertutup oleh penampilan sesaat.
  3. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat makin menindas maka lama-kelamaan rakyat akan berani memberontak untuk melawan kesewenangan tersebut. Pemberontakan bisa dilakukan secara terbuka maupun tertutup dengan melakukan penipuan-penipuan/pemalsuan data agar dapat mencapai tujuannya meskipun dengan cara yang tidak benar. Penarikan pajak yang tinggi akan memunculkan keinginan memalsukan data, sehingga nilai pajak yang dikenakan menjadi rendah. Seseorang mencuri arus listrik untuk menghindari pajak yang tinggi dan mengurangi pengeluaran bulanannya. Hal ini merupakan bentuk pemberontakan/perlawanan yang tersembunyi.
  4. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
  5. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan anak secara tidak sengaja menganggap bahwa perilaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang pada diri anak dan anak menganggap perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar/biasa dan boleh dilakukan.
Bentuk-bentuk perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi dua, sebagai berikut.
A.Bentuk penyimpangan berdasarkan sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
  1. Penyimpangan bersifat positif. Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif ter-hadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier.
  2. Penyimpangan bersifat negatif. Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih berat dari pada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Bentuk penyimpangan yang bersifat negatif antara lain sebagai berikut:
    1. Penyimpangan primer (primary deviation). Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Seseorang yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut. Misalnya, siswa yang terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas, dan orang yang terlambat membayar pajak.
    2. Penyimpangan sekunder (secondary deviation). Penyimpangan sekunder adalah perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain. Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. Tindakan penyimpangan tersebut cukup meresahkan masyarakat dan mereka biasanya di cap masyarakat sebagai “pencuri”, “pemabuk”, "penodong", dan "pemerkosa". Julukan itu makin melekat pada si pelaku setelah ia ditangkap polisi dan diganjar dengan hukuman.
  • Bentuk penyimpangan berdasarkan pelakunya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut :
  1. Penyimpangan individual (individual deviation)
Penyimpangan individual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari norma-norma suatu kebudayaan yang telah mapan. Misalnya, seseorang bertindak sendiri tanpa rencana melaksanakan suatu kejahatan, seperti: mencuri, menodong, dan memeras. Penyimpangan individu berdasarkan kadar penyimpangannya dibagi menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
    1. Pembandel yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
    2. Pembangkang yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
    3. Pelanggar yaitu penyimpangan yang terjadi karena melanggar norma-norma umum yang berlaku dalam masyarakat.
    4. Perusuh atau penjahat yaitu penyimpangan yang terjadi karena mengabaikan norma-norma umum, sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya.
    5. Munafik yaitu penyimpangan yang terjadi karena tidak menepati janji, berkata bohong, mengkhianati kepercayaan, dan berlagak membela.

B. Macam-Macam / Jenis-Jenis Penyimpangan Individual (individual deviation)
Penyimpangan individual atau personal adalah suatu perilaku pada seseorang dengan melakukan pelanggaran terhadap suatu norma pada kebudayaan yang telah mapan akibat sikap perilaku yang jahat atau terjadinya gangguan jiwa pada seseorang.
Tingkatan bentuk penyimpangan seseorang pada norma yang berlaku :
1. Bandel atau tidak patuh dan taat perkataan orang tua untuk perbaikan diri sendiri serta tetap melakukan perbuatan yang tidak disukai orangtua dan mungkin anggota keluarga lainnya.
2. Tidak mengindahkan perkataan orang-orang disekitarnya yang memiliki wewenang seperti guru, kepala sekolah, ketua rt rw, pemuka agama, pemuka adat, dan lain sebagainya.
3. Melakukan pelanggaran terhadap norma yang berlaku di lingkungannya.
4. Melakukan tindak kejahatan atau kerusuhan dengan tidak peduli terhadap peraturan atau norma yang berlaku secara umum dalam lingkungan bermasyarakat sehingga menimbulkan keresahan. ketidakamanan, ketidaknyamanan atau bahkan merugikan, menyakiti, dll.
Macam-macam bentuk penyimpangan individual :
1. Penyalahgunaan Narkoba.
2. Pelacuran.
3. Penyimpangan seksual (homo, lesbian, biseksual, pedofil, sodomi, zina, seks bebas, transeksual).
4. Tindak Kriminal / Kejahatan (perampokan, pencurian, pembunuhan, pengrusakan, pemerkosaan, dan lain sebagainya).
5. Gaya Hidup (wanita bepakaian minimalis di tempat umum, pria beranting, suka berbohong, dsb).
C. Macam-Macam / Jenis-Jenis Penyimpangan Bersama-Sama / Kolektif (group deviation)
Penyimpangan Kolektif adalah suatu perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh kelompok orang secara bersama-sama dengan melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga menimbulkan keresahan, ketidakamanan, ketidaknyamanan serta tindak kriminalitas lainnya.
Bentuk penyimpangan sosial tersebut dapat dihasilkan dari adanya pergaulan atau pertemanan sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya sehingga mau tidak mau terkadang harus ikut dalam tindak kenakalan atau kejahatan kelompok.
Bentuk penyimpangan kolektip :
1. Tindak Kenakalan
Suatu kelompok yang didonimasi oleh orang-orang yang nakal umumnya suka melakukan sesuatu hal yang dianggap berani dan keren walaupun bagi masyarakat umum tindakan trsebut adalah bodoh, tidak berguna dan mengganggu. Contoh penyimpangan kenakalan bersama yaitu seperti aksi kebut-kebutan di jalan, mendirikan genk yang suka onar, mengoda dan mengganggu cewek yang melintas, corat-coret tembok orang dan lain sebagainya.
2. Tawuran / Perkelahian Antar Kelompok
Pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama nakal atau kurang berpendidikan mampu menimbulkan perkelahian di antara mereka di tempat umum sehingga orang lain yang tidak bersalah banyak menjadi korban. COntoh : tawuran anak sma 70 dengan anak sma 6, tawuran penduduk berlan dan matraman, dan tawuran dijalan ampera.

3. Tindak Kejahatan Berkelompok / Komplotan
Kelompok jenis ini suka melakukan tindak kejahatan baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka. Jenis penyimpangan ini bisa bertindak sadis dalam melakukan tindak kejahatannya dengan tidak segan melukai hingga membunuh korbannya. Contoh : Perampok, perompak, bajing loncat, penjajah, grup koruptor, sindikat curanmor dan lain-lain.
Perampok yang sedang menjalankan aksinya merampok bank CIMB NIAGA Medan

4. Penyimpangan Budaya
Penyimpangan kebudayaan adalah suatu bentuk ketidakmampuan seseorang menyerap budaya yang berlaku sehingga bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat. Contoh : merayakan hari-hari besar negara lain di lingkungan tempat tinggal sekitar sendirian, syarat mas kawin yang tinggi, membuat batas atau hijab antara laki-laki dengan wanita pada acara resepsi pernikahan, dsb.
Perilaku menyimpang dapat disebabkan oleh berbagai macam factor. Mulai dari sosialisasi pada keluarga, pergaulan sehari-hari, dan pengaruh lingkungan sekitar. Maka dari itu kita harus bisa memilih atau memfilter pengaruh luar terhadap kehidupan kita.
kutipan:
http://psychemate.blogspot.com/2007/12/konformitas-sosial.html

5 Gudang Ilmu: PERILAKU MENYIMPANG PADA MASYARAKAT PERILAKU MENYIMPANG PADA MASYARAKAT Dewasa ini banyak perilaku menyimpang yang dapat kita jumpai di ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

< >